Cara Mudah Menjadi Hero Zaman Now

By Pritafw - 17.04

Sumber: MeTV dalam https://www.metv.com/quiz/quiz-which-superhero-are-you [diakses pada 23 Desember 2017]
Hero zaman now mungkin adalah sebutan kekinian yang tepat bagi pahlawan zaman sekarang. Zaman dulu mudah sekali bagi seseorang untuk dijuluki pahlawan. Mereka yang menenteng bambu runcing atau senjata untuk mengalahkan penjajah disebut pahlawan. Mereka yang mengambil peran dalam kemerdekaan Indonesia disebut pahlawan. Nah, bagaimana dengan sekarang?

Hero zaman now bukan lagi mereka yang menenteng bambu runcing melawan penjajah. Bukan pula mereka yang memiliki kekuatan super ala pahlawan-pahlawan yang digambarkan dalam film layar lebar. Bagi saya, hero zaman now adalah mereka yang cukup menjadi dirinya sendiri yang penuh inspirasi dan mampu menggerakkan orang lain untuk menebarkan kebaikan dan bermanfaat bagi sekitarnya.

Apabila saya ditanya siapa yang menjadi hero zaman now bagi saya, wah akan terlalu banyak nama yang ingin saya sebut dalam tulisan ini. Namun, saya pasti senantiasa teringat oleh seorang kawan yang menginspirasi saya untuk terjun langsung dalam aksi sosial. Shafira Elnanda Yasmine namanya, akrab dipanggil Micin.

Bermula dari kegalauan liburan kuliah mau ngapain, saya pun bertanya pada Micin.

“Liburan mau ngapain, Cin?” tanya saya.

“Mau magang di RK,” jawabnya.

“Hah? Opo iku (apa itu)?” tanya saya lebih lanjut.

“RK itu Rumah Kita. Rumah yang nampung anak-anak kanker...,” ujar Micin.

Ia pun menjelaskan panjang lebar mengenai RK. Jawabannya membuat saya melongo. Bagaimana tidak? Saya sudah 20 tahun tinggal di Surabaya, tapi saya justru kalah sama arek asli Malang ini yang ingin berkontribusi untuk anak-anak kanker di Surabaya. “Isin reekk (malu kan)!!!!” batin saya.

RK merupakan saksi bisu yang menjadi tempat pertama kali saya berbagi secara langsung. RK adalah singkatan dari Rumah Kita yang merupakan rumah singgah bagi anak-anak penderita kanker (dan keluarga yang menemani) yang sedang berobat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Rumah ini diresmikan pada April 2013 dan berada langsung di bawah pengawasan Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Rumah ini beralamatkan di Jl. Karang Menjangan no. 5, Surabaya. Tepat berada di belakang  RSUD Dr. Soetomo.

Ruangan dalam RK dicat warna-warni, sewarna-warni semangat anak-anak yang kemudian saya temui di dalamnya. Sebenarnya tidak banyak anak yang saya temui di sana, karena banyak yang masih melakukan pengobatan di RSUD Dr. Soetomo. Akhirnya, saya dan Micin beranjak ke rumah sakit. Di sana lah saya bertemu adik-adik luar biasa. Adik-adikku, para pejuang kanker.

Sebagian kecil kenangan saya bersama adik-adik pejuang kanker. Foto atas, bawah ki-ka: Adam Dwi Cahyono (pengidap retinoblastoma), Deypo Ilham Pangestu dan Andika (pengidap leukemia)

Saya dan Micin terdaftar sebagai guru relawan yang bertugas untuk mengajari pelajaran sekolah ke anak-anak kanker di sana. Mengingat penyakit yang mereka derita dan lamanya pengobatan akan membuat mereka ketinggalan, atau bahkan tak bisa lagi kembali ke sekolah untuk belajar. Pelajaran yang kami ajarkan pun bermacam-macam, mulai dari berhitung, membaca, menulis hingga mewarnai. Namun, kami tidak bisa memaksakan mereka belajar sesuka kami. Kami lah yang justru harus mengikuti keinginan belajar mereka.

Sedang membacakan dongeng untuk Via

Gadis ini adalah sosok pertama yang saya lihat ketika saya memasuki ruang untuk anak-anak kanker. Namanya Oktavia Diah Ayu Savitri, panggilannya Via. Ketika pertama bertemu, saya memintanya bersalaman dengan saya, namun ia diam saja.

Kemudian Micin menepuk pundak saya dan berbisik, “Dia buta."

Ya, gadis ini buta, baru saja buta lebih tepatnya. Usianya 6 tahun ketika itu, ia divonis mengidap leukemia. Awalnya ia baik-baik saja, sebelum akhirnya ibunya mengetahui bahwa ia tidak bisa melihat apa-apa. Ibunya bercerita bahwa ketika Via sakit, tak pernah sedikit pun Via mengeluh pada ibunya. Ketika pandangannya buram, Via masih berusaha melangkah sendiri menuntut ilmu ke sekolah. Tak ada yang tahu, semua Via simpan sendiri. Bahkan ketika saya berada di hadapannya, Via masih menunjukkan semangat belajarnya. Ia menulis di tengah gelap penglihatannya. Ia masih mau mendengarkan saya membaca cerita di tengah kawan-kawan seperjuangannya yang memilih istirahat di kala siang. Gadis ini malah juga memberitahu saya berbagai jenis makanan yang dapat memicu kanker. Gadis ini sungguh luar biasa.

Pada pertengahan tahun 2014, Tuhan menutup usianya. Kecewa pada Tuhan, itulah perasaan yang muncul ketika saya mendengar berita kepergiannya. Namun, pada akhirnya saya menyadari bahwa tak ada yang sia-sia. Tak hanya bagi saya, bagi Micin dan orang-orang yang mengenal Via pun pasti telah banyak terinspirasi dari sosoknya. Sejak melalui pengalaman pertama inilah, saya bertekad untuk menghabiskan masa muda saya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi sekitar.

Pada tahun 2015, saya bergabung dalam kepanitiaan Yayasan Sosial Budaya Union Club Surabaya dalam rangka peringatan ulang tahunnya yang ke-25. Kami melakukan berbagai kegiatan untuk mengumpulkan dana sosial. Berkunjung dari satu lembaga pendidikan ke lembaga lainnya untuk memberikan dana sosial penunjang pendidikan. Dalam serangkaian acaranya, saya menemui banyak sekali sosok inspiratif. Pertama, saya mengunjungi Yayasan St. Louisa SD Katolik Don Bosco. Di sana, saya bertemu Ibu Theresia Asih Seokarwati beserta para suster. Dulunya sekolah ini hanya menampung anak-anak yang diasuh oleh Panti Asuhan Yayasan St. Louisa. Namun, karena melihat kondisi lingkungan sekitar yang memprihatinkan, akhirnya mereka menerima anak-anak tidak mampu untuk bersekolah di yayasan mereka. Mereka tidak memandang agama anak-anak tersebut. Mereka juga bersedia menerima pembayaran uang sekolah yang ala kadarnya dari anak-anak tersebut.

Kedua, kami mengunjungi SD Inklusi Amaryllis Surabaya. Sekolah ini memberikan pelajaran sekolah dan kewirausahaan bagi anak-anak yang lamban belajar atau cacat mental. Di sini saya bertemu dengan pahlawan kecil bernama Viko. Sejak usia 6 tahun, Viko divonis mengidap penyakit kelainan otot yang menyebabkan tubuhnya lambat laun akan lumpuh total. Viko sempat dikeluarkan dari sekolah reguler karena mulai lamban dalam menangkap pelajaran. Namun, ia masih ingin terus belajar bagaimana pun caranya. Pada akhirnya, meski harus menggunakan kursi roda, Viko pun melanjutkan sekolahnya di SD Amaryllis. Kabar terakhir yang saya terima, kemampuan wirausaha Viko sudah semakin mahir. Ia sudah jago berhitung sebagai kasir di cafe di sekolahnya. Semangat Viko sungguh menginspirasi saya. Betapa malunya saya yang diberi kesehatan fisik justru masih sering malas kuliah ketika itu.

Viko, pengidap kelainan otot, merupakan salah satu siswa di Sekolah Inklusi Amaryllis

Tidak hanya kedua sekolah di atas, Kami juga mengunjungi dan memberikan dana bantuan beserta beberapa unit komputer ke SDN Sukolilo 250 Surabaya. Sekolah ini terletak di wilayah Kenjeran Surabaya. Kami menyebutnya sebagai sekolah anak nelayan karena sebagian besar siswanya merupakan anak nelayan. Ketika berbagi cerita dengan Ibu Ari Agustini, selaku kepala sekolah, saya menyadari bahwa masih ada penduduk Indonesia yang beranggapan bahwa pendidikan akademis tidak terlalu penting. Bu Ari menceritakan bahwa hampir setiap pagi, ia bersama guru-guru lainnya mendatangi rumah sejumlah siswa-siswinya untuk menjemput mereka ke sekolah. Hal tersebut dilakukan karena para orang tua biasanya melarang anaknya berangkat ke sekolah dan menyuruh mereka membantu untuk menangkap dan berjualan ikan saja. Betapa beruntungnya Indonesia yang masih memiliki orang-orang seperti Bu Ari yang begitu peduli pada pendidikan di Indonesia.

Panitia Union Club Surabaya bersama guru-guru dan anak didik SDN Sukolilo 250 Surabaya

Pada tahun 2016, saya yang sudah bukan lagi mahasiswa masih berusaha untuk bergabung dalam kegiatan sosial. Saya bergabung sebagai dalam Gerakan Melukis Harapan yang berfokus pada perubahan daerah eks-lokalisasi Dolly, Surabaya. Sayangnya, karena kesulitan mengatur jadwal kerja dan kegiatan sosial, saya tidak begitu banyak bergabung dalam kegiatan organisasi ini. Namun, saya juga menemui banyak sekali orang-orang yang menginspirasi saya untuk terus menebarkan kebaikan. Mas Dalu Nuzlul Kirom, misalnya. Beliau adalah sosok inspiratif yang menggagaskan ide Kawasan Wisata Edukasi Dolly. Saya rasa saya tidak perlu menuliskan banyak hal tentang beliau. Cari saja namanya di Google, pasti akan banyak sekali sumber yang sudah menulis tentang beliau. Hahaha.

Nama-nama di atas adalah hero zaman now bagi saya. Sesederhana itu, hanya perlu menjadi penggerak kebaikan bagi sekitarnya. Saat ini, mungkin saya tidak lagi bisa memberikan banyak waktu dan tenaga saya untuk bergabung dalam kegiatan sosial. Tapi, ada cara lain yang bisa dilakukan kok untuk terus berbagi kebaikan. Mau tahu caranya?

Yuk, donasikan sebagian rezekimu untuk mereka yang membutuhkan. Nggak perlu ribet, sekarang banyak sekali komunitas, organisasi, maupun lembaga yang bisa membantu kita menyalurkan dana ziswaf (zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf). Salah satunya adalah Dompet Dhuafa. Jangan ragu berbuat kebaikan. Akan sangat rugi apabila kita menumpuk harta hanya untuk dinikmati sendiri. Kata Ustadz Salim A. Fiilah nih Kehormatan insan tak terletak pada apa yang dimiliki, namun pada sumbangsihnya. Matahari memiliki api, tapi ia sinari semesta dengan cahaya”. Jadi, yuk jangan ragu untuk menjadi insan terhormat yang memberi manfaat bagi sekitar!

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar